Nurul Firmansyah

DALAM REFLEKSI-KONTEMPLASI

Batas Wilayah Harus Diprioritaskan

Padang Panjang, Singgalang
Pemerhati masalah-masalah adat dan kebudayaan di Kota Padang Panjang, Uncu Affandi, meminta kepada Pemerintah Kota (Pemko) Padang Panjang untuk memprioritaskan penyelesaian batas-batas wilayahnya dengan Kabupaten Tanah Datar. Sementara Nagari Jaho mengaku telah jadi korban ‘perluasan diam-diam’ kota berjulukan Serambi Mekah itu.
“Ada beberapa kawasan yang kini telah berada di dalam wilayah Padang Panjang. Kami meminta agar Pemkab Tanah Datar dan Pemko Padang Panjang dapat menyelesaikan tapal batas itu sesegeranya. Bila tidak, masalah-masalah yang akan timbul di kemudian hari akan sulit diselesaikan,” ucap Plt. Walinagari Jaho, Kecamatan X Koto, Tanah Datar, Zulmurni menjawab Singgalang, Kamis (5/2), di ruang kerjanya.
Pengakuan Zulmurni, kawasan yang biasa disebut dengan Kelok Anjing dari arah Tugu Monas, Padang Panjang Timur, dan Pengairah Rupiah, dahulunya berada dalam wilayah Nagari Jaho, tapi kini secara diam-diam telah berada dalam wilayah administrasi pemerintahan Padang Panjang. Guna menghindari terjadinya konflik perbatasan di kemudian hari, Zulmurni berharap, tapal batas kedua daerah harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Nagari Jaho, sebutnya, sebelah utara berbatasan langsung dengan Kelurahan Ekor Lubuk, Kota Padang Panjang, sementara di sebelah selatan berbatasan dengan Nagari Tambangan, di Barat dengan Kabupaten Padang Pariaman dan di Timur dengan Nagari Batipuah Baruah. Nagari ini, jelas Zulmurni, telah berhasil menyelesaikan peta nagari. Namun, karena menyangkut administrasi pemerintahan, patok wilayahnya dengan Kota Padang Panjang harus didudukkan oleh kedua pemerintah. Biaya pembuatan peta nagari itu sendiri dibantu oleh mantan Gubernur Sumbar H. Hasan Basri Durin selaku putra daerah.
Sementara itu, selaku warga Kota Padang Panjang yang mempunyai perhatian terhadap persoalan-persoalan nagari dan kebudayaan, Uncu Affandi meminta Pemko Padang Panjang mau menyahuti keinginan Pemkab Tanah Datar untuk membuat komitmen bersama guna mencapai kesepakatan soal tapal batas. Karena, alasnya, urusannya akan banyak berkait dengan kepentingan masyarakat di kedua daerah, baik dari sisi hukum adat maupun urusan-urusan keperdataaan.
“Saya ikut mendorong Pemko Padang Panjang untuk memperjelas tapal batas itu. Bisa saja, kedua daerah telah main serobot-menyerobot wilayah administrasi pemerintahan. Kalau itu terjadi, nanti persoalan keperdataan akan jadi rumit, misalnya dalam hal pensertifikatan tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) di kedua daerah,” tegasnya.

Menurut Uncu, sesungguhnya dalam hal bernagari, batas-batas nagari sudah jelas, yakni parik, banda dan pilar. Hanya tiga patokan itulah, sebutnya, yang dapat dipedomani untuk menentukan batas-batas nagari berdasarkan kesepakatan dan aturan adat di Minangkabau.
Sebagaimana diberitakan Singgalang kemarin, Pemkab Tanah Datar menyatakan kesiapannya untuk membuat komitmen dan melakukan perundingan dengan Pemerintah Kota (Pemko) Padang Panjang. Perundingan itu diperlukan guna menetapkan tapal batas dan menghindari tindakan sepihak dan penyerobotan teritorial yang akan dapat melahirkan persoalan hukum di kemudian hari. Kesiapan itu diutarakan Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Setdakab Tanah Datar Drs. H. Armen Yudi, M.si.
Kabupaten yang populer dengan sebutan Luhak Nan Tuo dan mengklaim diri sebagai ‘ayah’ Kota Padang Panjang, tahun ini mengalokasikan Rp100 juta dalam APBD-nya untuk menyelesaikan masalah perbatasan dengan kota/kabupaten yang bertetangga.

Menurut Armen Yudi, berbicara soal tapal batas antara Tanah Datar dengan Padang Panjang, sesungguhnya mengandung banyak persoalan-persoalan yang cukup sensitif. Itu pulalah sebabnya, Armen mengaku selaku membuka diri membuat komitmen bersama dengan Pemko Padang Panjang untuk penyelesaiannya. Tanah Datar, tegasnya, mustahil akan ‘menyerobot’ teritorial Padang Panjang. Alasannya, hubungan kedua daerah diibaratkan hubungan ayah dengan anak. “Tak mungkinlah ayah akan menyerobot harta anak. Tapi kalau harta ayah yang digasak anak, itu sudah lumrah dan sering terjadi,” ucapnya diplomatis. o006

0 komentar:

    Mega Biodeversity On Malalo's Forest

    Mega Biodeversity On Malalo's Forest
    Raflesia Arnoldi

    Alam dan Manusia " Alam Takambang Jadi Guru"

    Alam dan Manusia " Alam Takambang Jadi Guru"
    Hutan Kami... Hutan Adat ....

    LAM & PK Fakultas Hukum Universitas Andalas

    LAM & PK Fakultas Hukum Universitas Andalas
    Dapur Gerakan Hukum Progresif